Jumat, 15 Maret 2013

Sumedang,Suguhan Budaya,Sejarah,dan Kuliner Khas

Sumedang, Suguhan Budaya, Sejarah, dan Kuliner Khas



KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Jalur Wado-Malangbong dipenuhi lintasan berkelok diapit jurang dan tebing dengan panorama perbukitan yang elok, seperti di wilayah Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Minggu (6/9) ini. Jalur ini menjadi jalur alternatif saat jalur utama yang melewati Nagreg macet.

TERKAIT:
Oleh DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Pilihan ini barangkali bisa dipertimbangkan saat mudik menuju kota-kota di Jawa Tengah bagian selatan. Daripada merayapi dan meratapi kemacetan di jalur Nagreg, Garut, Jawa Barat, mengapa tidak menjajal jalan yang sedikit memutar, tetapi lebih lengang melintasi Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, untuk menjajal jalan alternatif jalur selatan lewat Wado-Malangbong.
Di jalur ini, suguhan budaya, sejarah, kuliner, hingga keindahan alam menemani kita menempuh jalan pulang menuju kampung halaman.
Jalur ini menjadi penyelamat saat jalur Nagreg disesaki kendaraan roda empat dan roda dua. Wado bisa dicapai setelah melintasi kawasan pendidikan Jatinangor, jalur Cadas Pangeran, dan kota Sumedang yang dipenuhi destinasi kebudayaan dan sejarah.
Kota Sumedang, yang terkenal dengan tahu gurihnya ini, bisa dicapai dari Kota Bandung selepas gerbang Tol Cileunyi berjarak 14 kilometer atau dari jalur alternatif Sadang- Subang-Jalancagak.
Selama perjalanan di jalur ini dari arah Bandung, kita akan disuguhi perjalanan penuh pemandangan, mulai dari Cadas Pangeran. Jalan ini adalah bagian dari Jalan Raya Pos (Jalan Daendels) di Sumedang yang dibangun pada tahun 1811 untuk menghubungkan Batavia dan Cirebon.
Perjalanan menuju jalur Wado-Malangbong dimulai di persimpangan bundaran besar Alam Sari di ujung utara kota Sumedang. Dari bundaran tersebut, perjalanan sejauh 40 kilometer menuju Malangbong ditempuh melalui jalan berlapis aspal mulus meski lebarnya tak lebih dari 5 meter-6 meter.
Tak usah terburu-buru menyusuri jalan, nikmati saja pemandangan alam pegunungan dan suasana pedesaan. Selepas kota Wado hingga ke Malangbong, perjalanan akan melintasi jalan berkelok menyusuri punggung bukit. Dijamin tidak akan tahan untuk berhenti sebentar dan mengabadikan panorama alam yang menawan itu.
Hanya saja, waspadalah saat melintas jalur ini pada malam hari karena rambu lalu lintas dan lampu penerang jalan masih sangat minim. Jalan yang berkelok-kelok, gelap gulita, dan ada beberapa tanjakan panjang membutuhkan kewaspadaan tinggi.
Sejarah dan budaya
Banyak hal yang bisa ditemukan di Sumedang sebelum masuk ke jalur alternatif Wado- Malangbong. Selain wisata ziarah makam-makam penguasa Kerajaan Sumedanglarang, terdapat juga Museum Prabu Geusan Ulun, tempat menyimpan pusaka-pusaka para bangsawan di Sumedang. Tempatnya berdekatan dengan Gedung Negara yang menjadi Kantor Bupati sekarang.
Seusai berkeliling ke lokasi sejarah dan budaya di Sumedang, jangan lupa mencicipi makanan khas tahu sumedang. Tidak sulit untuk mencari penjual tahu ini di pusat kota Sumedang.
Saat melintas jalur Wado- Malangbong, jangan khawatir dengan ketersediaan SPBU. Dari Jatinangor saja tercatat ada 9 SPBU yang tersebar di setiap kecamatan hingga mencapai Malangbong. Hotel berbintang bisa ditemukan di Kawasan Jatinangor, sementara hotel melati tersedia hingga di pusat kota Sumedang.
Rumah makan juga banyak ditemukan di wilayah Jatinangor dan kota Sumedang. Begitu memasuki jalur Wado, hanya ada dua rumah makan yang cukup besar. Setelah Wado, rumah makan baru bisa dijumpai lagi di kawasan Malangbong.
Berbicara mengenai oleh- oleh, selain tahu sumedang, bisa dicoba ubi cilembu yang banyak terdapat di Kecamatan Pamulihan selepas Tanjungsari di Jalan Raya Bandung-Sumedang. Ubi cilembu dikenal karena memiliki rasa manis alami setelah dipanggang dalam oven.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar